Zakat Fitrah Seperti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam

Penulis: Syaikh Salim & Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid

1. Hukumnya

Zakat Fitri ini (hukumnya) wajib berdasarkan hadits (dari) Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma:“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mewajibkan zakat fithri [pada bulan Ramadhan kepada manusia].”194)[HR Bukhari (3/291) dan Muslim (984) dan tambahannya pada Muslim]

Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mewajibkan zakat fithri.”195)[Riwayat Abu Daud (1622) dan An Nasa’I (5/50), padanya ada Al Hasan ber-‘an’anah. Dan hadits sebelumnya sebagai syahid]

Sebagian Ahlul ilmi menyatakan bahwa zakat fithri telah mansukh oleh hadits Qais bin Sa’ad bin Ubadah, ia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kami dengan shadaqah fithri sebelum diturunkannya (kewajiban) zakat dan tatkala diturunkannya (kewajiban) zakat beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami, tetapi kami mengerjakan (mengeluarkan zakat fithri).”

Al Hafidz Rahimahullah menjawab sangkaan tersebut dengan perkataannya (3/368): “bahwa pada sanadnya ada rawi yang tidak dikenal196) [Akan tetapi hadits tersebut mempunyai penguat, dan dikeluarkan oleh An Nasa’I (5/49) dan Ibnu Majah (1/585) dan Ahmad (6/6), Ibnu Khuzaimah (4/81) dan Al Hakim (1/410) dan Al Baihaqi (4/159) dari beberapa jalan, dan sanadnya shahih] dan kalaupun dianggap shahih tidak ada dalil yang menunjukkan atas naskh (diahapusnya) hadits Qais yang menunjukkan wajibnya zakat fithri, mungkin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mencukupkan dengan perintah yang pertama, karena turunnya suatu kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban yang lain.”

Imam Al Khathabiy Rahimahullah berkata dalam Ma’alimus Sunan (2/214): “Ini tidak menunjukkan hilangnya kewajiban zakat fithri, tetapi hanya menunjukkan tambahan dalam jenis ibadah, tidak mengharuskan dimansukhknya hukum sebelumnya, kedudukan zakat harta (sebagaiman) kedudukan zakat fithri (yaitu) berkaitan dengan riqab (orang per-orang).”

2. Siapa yang Wajib Zakat ?

Zakat fithri wajib atas kaum muslimin, anak kecil, besar, laki-laki, perempuan, orang yang merdeka maupun hamba. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mewajibkan zakat fithri sebanyak satu gantang kurma, atau satu gantang gandum atas hamba dan orang yang merdeka, kecil dan besar dari kalangan kaum muslimin.”197)[HR Bukhari (3/291) dan Muslim (984)]

Sebagian Ahlul ilmi ada yang mewajibkan zakat fithri pada hamba yang kafir karena hadits Abu Hurairah Radhiallahu anhu: “Hamba tidak ada zakatnya kecuali zakat fithri.”198) [HR Muslim (982)]
Hadits ini umum, sedang hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata, “Tidak wajib atas orang yang puasa karena hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mewajibkan zakat fithri, pensuci bagi orang yang puasa dari perbuatan sia-sia, yang jelek dan (memberi) makanan bagi orang yang miskin.”199) [Telah lewat takhrijnya]

Imam Al Khathabiy dalam Ma’alimus Sunan (3/214) menegaskan: “Zakat fithri wajib atas orang yang puasa yang kaya atau orang fakir yang mendapatkan makanan dari dia, jika ‘illat diwajibkannya karena pensucian, maka seluruh orang yang puasa butuh akan hal itu, jika berserikat dalam ‘illat berserikat pula dalam hukum.”

Al Hafidz menjawab (3/369): “Pensucian disebutkan untuk menghukumi yang dominan, zakat fithri diwajibkan pula atas orang yang tidak berpuasa seperti diketahui keshahihannya atau orang yang masuk Islam sesaat sebelum terbenamnya matahari.”

Sebagian lagi berpendapat bahwa zakat fithri wajib juga atas janin, tetapi kami tidak menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa disebut sebagai anak kecil atau besar, baik menurut masyarakat maupun istilah.

3. Macam Zakat Fithri

Zakat Fithri dikeluarkan berupa satu gantang gandum, satu gantang kurma, satu gantang susu, satu ganang anggur kering atau salt (sejenis gandum yang tidak berkulit), karena hadits Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu anhu: “Kami mengeluarkan zakat (pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam) satu gantang makanan, satu gantang gandum, satu gantang korma, satu gantang susu kering, satu gantang anggur kering.”200) [HR Bukhari (3/294) dan Muslim (985)]

Dan hadits Ibnu Umar Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mewajibkan atu gantang gandum, satu gantang korma dan satu gantang salt.”201) [Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah (4/80) dan Al Hakim (1/409-410)

Telah ikhtilaf dalam tafsir lafadz makanan dalam hadits Abu Sa’id Al Khudri, ada yang bilang hinthah (gandum yang bagus) ada yang bilang selain itu, namun yang paling kuat (yang membuat hati ini tenang) lafadz di atas mencakup seluruh yang dimakan termasuk hinthah dan jenis lainnya, tepung dan adonan, semuanya telah dilakukan oleh para sahabat berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma:
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat Ramadhan satu gantang makanan dari anak kecil, besar, budak dan orang yang merdeka. Barangsiapa yang memberi salt (sejenis gandum yang tidak berkulit) akan diterima, aku mengira beliau berkata, “Barangsiapa yang mengeluarkan berupa tepung akan diterima, barangsiapa yang mengeluarkan berupa adonan, diterima.”202) [Dikeluarkan Ibnu Khuzaimah (4/180), sanadnya hasan]

Dari beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Zakat fithri satu gantang makanan, barangsiapa yang membawa gandum diterima, yang membawa korma diterima, yang membawa salt (gandum yang tidak berkulit) diterima, yang membawa anggur kering diterima, aku mengira beliau berkata: “yang membawa adonan diterima.”203) [Dikeluarkan Ibnu Khuzaimah (4/180), sanadnya hasan]

Adapun hadits-hadits yang menafikan adanya hinthah (gandum) atau bahwasanya Mu’awiyah Radhiallahu anhu berpendapat untuk mengeluarkan dua mud dari samara (gandum) Syam, dan bahwa satu mud hinthah itu melebihi yang ada di sini. Ini dikuat-kan oleh perkataan Abu Sa’id: “Dulu makanan kami adalah gandum, anggur kering, susu yang dikeringkan dan korma.”204) [Telah lewat takhrijnya]

Yang membantah seluruh dalil orang yang menyelisihi kita adalah satu pembahasan yang akan datang ketika menjelaskan takaran zakat fithri, menurut hadits-hadits yang shahih yang menegaskan adanya hinthah bahwa dua mud hinthah sama dengan satu gantang anggur, agar kaum muslimin yang mendudukkkan sahabat sesuai dengan kedudukan mereka, bahwa pendapat Mua’wiyah bukanlah ijtihad hasil dari pemikiran sendiri, tetapi berdasarkan hadita marfu’ sampai kepada Rasululllah Shalallahu ‘alaihi wassalam.

4. Ukuran Zakat Fithri

Seorang muslim diperbolehkan zakat fithri sesuai dengan jenis yang disebutkan tadi, mereka ikhtilaf tentang hinthah, ada yanga mengatakan setengah gantang ini yang rajih, dan yang paling sahahih berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Tunaikanlah satu gantang gandum atau korma, untuk dua orang satu gantang dari gandum atas orang merdeka, hamba, anak kecil atau besar.”205) [Riwayat Abu Daud (2340), Nasa’I (7/281), Al Baihaqi (6/31) dari Ibnu Umar dengan sanad shahih].

Gantang yang teranggap adalah gantangnya penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiallahu anhuma: “Timbangan yang teranggap adalah timbangannya Ahlu Mekah, dan kiloan yang teranggap adalah kiloan-nya orang madinah.”206) [Riwayat Abu Daud (2340), Nasa’I (7/281), Al Baihaqi (6/31) dari Ibnu Umar dengan sanad shahih]

5. Siapakah yang harus dibayar zakatnya?

Seorang muslim harus mengeluarkan zakat fithri untuk dirinya dan seluruh orang yang dibawah tanggungannya, baik anak kecil maupun orang tua laki-laki dan perempuan, orang yang merdeka dan budak, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiallahu anhuma: “kami diperintah oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam (mengeluarkan) shadaqah fithri atas anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan hamba dari orang-orang yang membekalinya.”207) [Dikeluarkan oleh Daruquthni (2/141) dan Ibnu Umar dengan sanad dhaif (lemah). Dan dikeluarkan Al Baihaqi (4/161) dari jalan yang lain dari Ali, dan sanadnya terputus. Dan padanya ada jalan yang mauquf dari Ibnu Umar pada Inu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (4/37) dengan sanad shahih. Maka -dengan jalan-jalan ini- maka haditsnya menjadi hasan]

6. Kemana Disalurkannya

Zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya, mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam zakat fithri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin.”208) [Telah lewat takhrijnya]. Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam di dalam Majmu’ Fatawa (2/71-78) serta murid beliau Ibnul Qayyim pada kitabnya yang bagus Zaadul Ma’ad (2/44).

Sebagian Ahlul ilmi berpendapat bahwa zakat fithri diberikan kepada delapan golongan, tetapi (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Dan Syaikhul Islam telah membentahnya pada kitab yang telah disebutkan baru saja, maka lihatlah kitab tersebut, karena hal itu sangat penting.

Termasuk amalan sunah jika ada seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat tersebut (untuk diberikan kepada yang berhak –pent). Sungguh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mewakilkan kepada Abu Hurairah Radhiallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah mengkhabarkan kepadaku agar aku menjaga zakat Ramadhan.”209) [Dikeluarkan oleh Bukhari (4/396)]

Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar Radhiallahu anhuma mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia yang dibentuk oleh Imam (pemerintahan, pent) untuk mengumpulkannya. Beliau (Ibnu Umar) mengeluarkan zakatnya satu hari atau dua hari sebelum ‘Iedul Fithri, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah (4/83) dari jalan Abdul Warits dari Ayyub, aku katakan: “Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu gantang?” Berkata Ayyub: “Apabila petugas telah duduk (bertugas).” Aku katakan: “Kapankah petugas itu mulai bertugas?” Beliau menjawab: “Satu hari atau dua hari sebelum “Idul Fithri.”

7. Waktu Penunaian Zakat

Zakat fithri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju sholat ‘Id dan tidak bleh diakhirkan (setelah) shalat atau dimajukan penunaiannya, kecuali satu atau dua hari (sebelum ‘Id)210) [Lihat pada kitab Ahkamul ‘Idain fis Sunnah Al Muthaharah karya Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cet.maktabah Al Islamiyah] berdasarkan perbuatan Ibnu Umar Radhiallahu anhuma –berdasarkan kaidah rawi hadits diketahui dengan makna riwayatnya- maka apabila penunaian zakat itu diakhirkan (setelah) shalat maka dianggap sebagai shadaqah berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma: “… Barangsiapa yang menunaikan zakatnya sebelum shalat maka dia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah merupakan shadaqah dari beberapa shadaqah (yang ada).”211) [Telah lewat takhrijnya]

8. Hikmah Zakat

Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan zakat sebagai pensucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari (perbuatan) sia-sia dan kotor serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin untuk mencukupi (kebutuhan ) mereka pada hari yang bagus tersebut berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma yang telah lalu.

(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H. Judul asli Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab “Zakat Fitrah”. Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia)

Sumber:
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=777


Dapatkan Mesej Bergambar di Sini

0 comments: